blog-img

Kebagiaan Datang Saat Hening dalam Kesunyian Diri

Muhaimin,S.Pd.M.Si | Populer | 15/10/2025

Di tengah hiruk pikuk dunia yang semakin bising, manusia sering kali menilai dirinya dan orang lain dari apa yang tampak di permukaan. Gelar, jabatan, pengikut di media sosial, hingga seberapa sering wajahnya muncul di layar kaca. Padahal, seperti kata filsuf Yunani Socrates, “Hidup yang tidak direnungkan bukanlah hidup yang layak dijalani.” Banyak orang berlari mengejar bayangan dirinya, tanpa pernah berhenti sejenak untuk menengok ke dalam: siapa aku sebenarnya, apa yang telah kulakukan, dan mengapa aku melakukannya?

Kita hidup di zaman yang mengagungkan citra, nilai diri diukur dari kesan, bukan kedalaman. Padahal, kebahagiaan sejati sering bersembunyi di ruang sunyi di tempat di mana seseorang berani bercermin pada jiwanya sendiri. Lao Tzu, filsuf besar dari Tiongkok, pernah menulis, “Dia yang menaklukkan orang lain adalah kuat, tapi dia yang menaklukkan dirinya sendiri adalah perkasa.” Dalam konteks ini, merenung bukanlah kelemahan, melainkan keberanian untuk menghadapi bayangan diri yang mungkin tak selalu menyenangkan.

Sering kali, orang baru sadar makna tindakan setelah segalanya lewat. Setelah tawa reda, setelah gemerlap cahaya padam, setelah sorak-sorai berganti sunyi. Saat itu, barulah muncul pertanyaan lirih: “Untuk apa semua ini?” Di sinilah letak filsafat hidup yang mendalam. Leluhur kita dahulu telah berpesan, “Urip iku urup,” hidup itu seharusnya memberi nyala, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga bagi orang lain. Artinya, kebahagiaan sejati bukan diukur dari seberapa banyak kita memiliki, melainkan seberapa bermakna kita hidup bagi sesama.

Namun, jalan menuju pemahaman itu tak mudah. Manusia kerap terjebak pada kesenangan sesaat yang meninabobokan jiwa tapi tak mengisi batin. Epicurus, sang filsuf Yunani yang sering disalahpahami sebagai pencari kesenangan, justru mengingatkan bahwa kesenangan sejati adalah ketenangan batin, bukan pesta yang tak berujung., bahagia bukan berarti tertawa setiap hari, tetapi mampu berdamai dengan apa adanya diri.

Leluhur Nusantara pun mengajarkan hal serupa: “Ngelmu iku kelakone kanthi laku,” pengetahuan hidup hanya dapat diperoleh melalui perjalanan batin, bukan sekadar ucapan. Artinya, mengenali diri adalah proses yang harus dijalani, bukan dipamerkan. Maka, ketika seseorang belum mampu melihat siapa kita, tak perlu gelisah. Biarkan waktu dan karya berbicara, sebab cahaya sejati tak perlu bersuara untuk menyinari.

Kita semua pada akhirnya akan sampai di titik di mana pertanyaan “bahagia kah aku?” menjadi lebih penting daripada “hebat kah aku?”. Pada titik itu, barulah kita memahami bahwa hidup bukanlah tentang siapa yang paling terlihat, tapi siapa yang paling memahami dirinya. Sebab seperti kata Marcus Aurelius, “Ketenangan datang ketika kau berhenti berharap dunia menjadi seperti yang kau inginkan, dan mulai menerima dunia sebagaimana adanya.”

Kategori Artikel

Populer






footer_logo

2022 © copyright by Aimin Publicize.
All rights reserved.

Tentang Kami
Aimin Publicize adalah wadah publikasi bagi Insan kreatif dapat berupa artikel populer ataupun ilmiah, Karya Seni Sastra puisi, cerpen, novel dan kata – kata motivasi, disamping itu Aimin Publicize juga memuat berita – berita terkini yang inspiratif. Bagi yang membutuhkan dokumen – dokumen untuk menunjang tugas guru, kepala sekolah dan pengawas Aimin Publicize menyediakan ruang di dalamnya. Aimin Publicize menerima pembaca yang akan mempublikasikan berita, karya ilmiah atau pun Karya Seni dapat di kirim ke aiminpublicize@gmail.com
Hubungi Kami

Email : aiminpublicize@gmail.com
Whatsapp : +62 815 6924 757